Sabtu, 11 Juni 2011

SAD STORY FROM PAST




The Beginning

“Yes !! Kita bertiga sekelas lagi nih !” teriak Dinda serempak dengan dua kawannya, Mona dan Fina. Sementara dua orang lagi, Pipit dan Rani kecewa nggak bisa sama kelas dengan mereka. Dinda, Mona, dan Fina ada dikelas IX.3 sedangkan Pipit dan Rani di kelas IX.2 . Mereka memang sahabat karib sejak mulai masuk sebagai anak baru di SMP Garda Harapan.
“Ayo anak-anak, kumpulkan tugas kalian!” begitulah bu guru IPS berteriak memecah keheningan. Sebagian murid serempak maju mengumpulkan sedangkan sebagiannya lagi berlari antah-berantah mencari pertolongan atau bahasa lainnya, nyontek.
“Hey Dinda! Tunggu! Bisa liat jawaban nomor lima nggak ?”
“He eh ?”
“Alah, kelamaan mikir lu. Dasar lalood !” ejek Reva sembari merebut buku Dinda tanpa memikirkan jawaban dari mulut cewek itu yang mungkin baru akan keluar lima tahun yang akan datang.
Dinda, cewek tipikal cewek biasa-biasa, tergila-gila sama warna hitam dan putih, nggak suka makan sayur terutama mentimun, takut sama hal-hal yang berbau kematian, kadang-kadang sangat telmi dan sedikit ..gila (haha, bukan gila dalam arti gila beneran), termasuk anak ekskul mading dan lumayan bisa mainin gitar.
Sedangkan Reva, cowok berbadan tinggi dan tegap, termasuk teman akrab Dinda, nggak terlalu bodoh nggak terlalu pintar (baca: sedang-sedang) orangnya rame, jahil, termasuk anak basket, dan sumpah, kalian nggak bakal percaya kalo dia punya fans sebanyak itu (yang kebanyakan didominasi adik-adik kelas)
Menanggapi ucapan Reva, Dinda hanya melongos
“Oh Reva, betapa kasihannya dirimu”
“Yea, terserah” jawab Reva datar, terbiasa dengan kata-kata aneh yang over bin kepuitis-puitisan temannya yang satu ini.
Teeett .. Teeett
Bel istirahat jam pertama berbunyi. Seluruh siswa berhamburan keluar kelas dan seperti biasa, Dinda, Mona, Fina bergabung bersama Pipit dan Rani berbelanja di kantin.
“Hoy kalian mau beli apa? Cepetan dikit dong, ini kantin kayak udah dibanjiri milyaran orang !!” teriak Mona dari seberang sana
“Ya ampun Mon, sluruh dunia juga tau kalo si Dinda ini emang keterlaluan kalo diajak ke kantin. Dia nggak tau mau beli apa, haduh !” jawab Rani
“Percayalah, aku benar-benar bingung mau beli apa. Sama aja deh dengan si Rani ..” jawab Dinda mengalah.
Di situasi lain ..
 “..eh, Reva, lo beneran suka ama Dinda ?” tanya Dion dengan berbisik
Dion. Anak kelas IX.1, salah satu sahabat Reva, suka banget menulis dan menggambar, makanya dia masuk ekskul mading juga.
“Hah? Apa? Nggak, kami cuman teman deket aja kok !” tangkis Reva
“Lo yakin? Keliatannya lo akrab bangeeet deh ama tu cewek, padahal lo kan baru seminggu sekelas ama dia”
“Ya, dia kan orangnya nyambung kalo diajak bercanda, unik, dan rame. Kok lo jadi bapak-bapak yang mengintrogasi gue sih ?”
“Abis, sluruh manusia di kelas lo sering ngebicarain itu kalo gue berkunjung”
“HAH !?”
“Lo kok pasang tampang orang bego begitu sih!? Gue mau muntah liatnya. Ya udah, gue cabut ke kelas gue yah, bel keburu bunyi!”

            Tadi Dion ngomong apa sih? Apa dia ngaco? Kok gue nggak tau kalo orang-orang sering ngebicarain gue sama Dinda dibelakang gue? Apa Dinda tau ya? Kalo dia tau, kok dia nggak pernah cerita ke gue? Apa Dion hanya ngarang? Tapi bagaimana kalo itu benar ..?” Kata Reva dalam hati penuh tanda tanya.

New Friends, New Geng, New Enemies

“Sumpah ! Tadi ulangan biologi gue kacau amat ! Masa soalnya susah begitu !?” ungkap Fina dengan kesal.
“Otak gue mau mendidih. Mendidih karena ulangan, dan mendidih karena Fawest” jawab Dinda datar
“Fawest? Apa itu sejenis makanan? Tanya Mona
“Nggaaakk! Fawest itu perkumpulan barunya Reva. Dibentuknya dua hari lalu, masa lo nggak tau ?”
“Aku juga nggak tau. Lo kan temen deketnya Reva” jawab Rani
“Sekarang nggak.”
“Loh? Kenapa?”
“ Tadi selesai ulangan gue marah-marahin dia karena nyontek liat buku. Bukannya sirik tapi nggak tau kenapa gue tiba-tiba marah-marah gitu. Dan teman-teman Fawest-nya ngebela dia jadi daripada bentrok sendiri gue langsung angkat kaki dari hadapan mereka. Sepertinya mereka terutama Reva, marah ama gue.”
“Ya ampun, apa yang sudah lo lakuin tadi bisa ngubah Reva dari teman lo menjadi musuh lo, Ndaa..” Pipit menanggapi
“Kalo dilihat berdasarkan situasi, emang gue udah putus tali pertemanan sama dia. Tapi gue nggak nganggap dia musuh, entahlah kalo dia mau anggap gue apa !”
“What !? it’s not as easy as you said Dinda!” protes Cici
Cici, teman baru Dinda, duduk sebangku sama Farah. Dan sekarang Dinda ikut mobil antar-jemputnya Farah. Karena itu, dia bertemu dengan Ulul dan mereka berdua baik Farah maupun Ulul, menjadi teman baru Dinda. Dinda sendiri namain persahabatan baru mereka Empat Sekawan (rumit ya?)
“Yeah, I know. Dan gue nggak tau harus lakuin apa. Toh dia nggak peduli jadi aku juga nggak peduli. Skarang yang gue rasakan hanya rasa kesal dan kecewa sama Reva.. gue benciiiii!!” Dinda hampir meneteskan air mata, tapi emosinya berhasil turun sebelum air matanya jatuh.
“Jangan begitu Dinda, bisa kualat nanti, benci bisa jadi cinta” Ulul menanggapi
“Semoga tidak ..” Entah hati Dinda serasa menolak ucapannya, yang ada hanya rasa sakit aneh yang timbul hanya karena masalah Reva dan dirinya ..

Di kamar, Dinda berusaha berkonsentrasi mengerjakan tugas-tugas sekolah. Tapi dia nggak bisa lupain tentang masalah Reva dan dirinya. Disisi lain dia merasa salah udah keterlaluan sama Reva, dan disisi lain juga di marah karena Reva nggak peduli kalo pertemanannya dengan dirinya berakhir.
“Kenapa gue nggak bisa mikir selain itu God ! Aku capek dan sakit hati mengetahui apa yang terjadi. Nggak ada lagi Reva yang suka usil ama gue, nggak ada lagi Reva yang ketawa-ketiwi bersama gue kayak kemarin-kemarin. Tak bisakah aku melupakan pikiran bodoh ini ? Please..” jerit hati Dinda, menerawang jauh di jendela kamarnya



As you ready be strong, take your soul ..
And you flyin’ high to the sky ..
And you fade away .. disappear .. in time

--Dinda..


For the god sake, pikiran ini terus menjadi bahan yang gue pikirin berhari-hari. Belajar nggak enak, makan nggak enak, tidur nggak enak, oh wait .. tidak mungkin aku menyukainya!
Singkat cerita, rasa benci itu tumbuh menjadi rasa suka yang begitu dalam dan nggak bisa dideskripsikan. Sayang, dia yang dulu begitu akrab dengan gue sekarang malah jadi musuh gue. Gue makin lama makin suka, dia makin lama makin benci. Aneh. Dua rasa yang berbeda. Sangat berbeda.
Aku rasa, aku perlu melacur --melakukan curhat sama si Dita. Sahabat baru gue juga (wah, sahabat gue banyak yah :D) karena, gue merasa Dita adalah orang yang tepat untuk diajak cerita mengenai hal ini, dia dewasa, nggak kayak gue yang kekanak-kanakan ..
“Dit.. lo tau Reva kan?”
“mm, iya Din, knapa?”
“aku.. suka sama dia, tapi dia nggak.. ternyata rasa sakit itu ada berbagai macam ya, ada yang sakit, dan sangat sakit..”
Dita diam..
“lo tau sendiri juga kan, dia banyak yang suka.. denger denger, dia suka sama seseorang.. nggak mungkin gue” kata Dinda sambil menghela pelan

Makin hari, gue makin curiga. Dita terus memberikan kata-kata solusi yang aneh, ketika gue curhat tentang Reva ke dia. Dan juga gue dapat kabar-kabar burung kalau Reva suka sama .. Dita.

I FOUND A NEW FACT

Hari ini ada kegiatan sosial ekskul mading dipanti asuhan. Dinda mengenakan gamis terusan dengan tiga variasi warna. Stelah bahan makanan sampe, Dinda dapat tugas membantu teman-teman membuatkan es teler buat buka puasa bareng nanti. Agak amburadul sih tapi yang penting bisa dinikmati. Alhamdulillah, setelah buka puasa dan sholat berjamaah serta serangkaian acara lainnya, tibalah waktunya makan bersama.
Leony, teman sekelasku –dan juga sahabatnya Reva, yang duduk bersebelahan ge ngajak bincang bincang.
“Eh Din, lo suka sama Reva yah?” tanya Leony
“Hah? Ng.. nggak kok!” jawab Dinda dengan setengah kaget
“Ah ngaku aja, nggak usah malu-malu begitu deh J” goda Leony
“....”
“Tapi, maafin gue ya, Din. Reva nya suka sama orang lain ..”
“ng .. ya aku tau, bukannya Dita?” (awalnya gue hanya asal nanya aja)
“loh, kok lo tau? Denger dari mana?”
Gubrak. Hati gue serasa kejatuhan meteor jatuh. Aneh. Seketika, gue nggak nafsu makan, tapi gue nggak bilang ..
“mm.. denger denger aja J
Untung waktu itu, acaranya udah selesai.
Buru buru Gue naik ke angkutan umum ngikut Mona, Fina, Pipit, dan Rani. Rasanya pengen nangis. Dan akhirnya airmata itu jatuh berlinang.
“Hey! Lokenapa nangis Din? Tanya Fina dan Pipit
“Ah? Hehe, nggak kok, cuman sakit kepala, sakit banget nih”



AKHIR CERITA INI

BUKU CORET CORET
Nama: Dinda

(nangis sambil mengambil pulpen)

00.01
Gue galau  sedih, setelah berbulan bulan lamanya... Ternyata.. Gue sangat suka sama Reva. Dan ketika rasa itu mulai mengembang, prediksi gue benar, dia menyukai Dita. Nggak nyangka aja bakal sesakit ini. Hari ke hari semakin jelas dan nyata rasa Reva ke Dita. Gue nggak bisa apa-apa. Emang gue nggada apaapanya dibanding dia. Dia cantik, pintar, dewasa, dan baik hati. Reva mungkin juga tau kalo gue suka sama dia, terbukti, gue BENAR BENAR nggada apa apanya. Reva pernah ngasih Dita hadiah.. aku rasa itu boneka, atau entahlah. Yang jelas itu pertanda kalo Reva sangat menginginkan Dita. Tapi gue juga heran, gue masih aja berharap sama Reva. Andai dia tau betapa menyedihkannya keadaan gue karena dia, gue nggak mau aja ganggu kebahagiaan mereka. Gue terpuruk. Dita minta maaf sama gue, gue bilang sama dia, lo nggak usah minta maaf Dit, kalau lo suka sama Reva juga, yah nggakpapa J. Gue senang sekaligus sedih (tapi kebanyakan sedihnya) tapi Dita sudah baik banget sama gue, jadi wajar-wajar aja kalo gue bilang begitu. Sudah banyak air mata gue yang keluar tiap kali melihat mereka terutama Reva, tapi gue nggak puny niat sama sekali bilang sama orang kalo gue.. cemburu.. semenjak itu gue membiarkan semua rasa sakit itu datang kepadaku, gue berusaha nggak peduli, gue baru rasain yang namanya patah hati, akumersa nggada juga yang peduli gue mau rasakan apa, walaupun sebenarnya banyak orang yang memberiku semangat untuk berdiri, tapi terkadang aku merasa mereka tak ada. Gue mulai pasrah dengan apa yang terjadi.. Nggada untungnya juga gue mau usahain apa karena perasaan nggak bisa dipaksain. Semenjak itu juga gue belajar jadi apa adanya. Semakin hari gue semakin merasa tak sendiri lagi, beruntung gue punya mereka yang ada buat gue. Disinilah gue berdiri, entah itu apa, atau bagaimana, gue membiarkan semuanya mengalir dan perlahan semuanya menjadi terasa mudah gue jalani danlewati..

Senin, 06 Juni 2011

Where'd you go?
I miss you so,
Seems like it's been forever,
That you've been gone..


        Aku duduk  dalam diam, berpikir. Terlalu banyak yang kupikirkan saat ini. Otakku mau meledak, tak mampu memproses rangkaian bayang bayang yang begitu rumit. Masih sakit kurasa, mendengar ucapannya yang sangat melukai hati, aku tak percaya suatu hari ia akan berkata sekasar itu. Kuputuskan untuk tidak memikirkannya, tak bisa namun ku bertahan

He said some days I feel like shit, some days I wanna quit, and just be normal for a bit.


     Kemanakah dia sekarang? Mungkin dia sedang bersenang-senang disana, bangga akan kata-kata yang dikatakannya, dan tak menghiraukan rasaku lagi karena aku sudah menyakitinya lebih dari yang dia lakukan.

I don't understand why you have to always be gone, I get along but the trips always feel so long and, I find myself tryna stay by the phone, 'cause your voice always helps me when I feel so alone

   Sudah berkali-kali aku mencoba mengubah keadaan, aku meminta maaf, tapi sepertinya tak ada lagi kebaikan hatinya yang tersisa. Dia bukan dia. Aku mulai lelah, ingin menyerah, karena dia selalu membuatku ingin menyerah saja. Dia semakin menjadi jadi, berubah 180 derajat, entah derajatnya masih bisa bertambah lagi. 


But I feel like an idiot, workin' my day around the call, but when I pick up I don't have much to say. So, I want you to know it's a little fucked up that I'm stuck here waitin', at times debatin' tellin' you I'm sorry

   Bintang itu tak bersinar lagi, tak mampu lagi membuatmu tertawa dan bahagia, tak mau lagi membuatmu terluka, tak mempunyai kekuatan lagi untuk menyaakan dirinya sanggup menghadapi apapun. Bintang itu jatuh ditengah derasnya rasa bersalah, kecewa, dan sedih. Bintang itu tak lagi disana, ia memutuskan untuk sejenak  menghilang, sesuatu telah menyakitinya.